Minggu, 22 Oktober 2017

Hukum Upah Bekam




Dari Raafi’ bin Khudaij radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول (شر الكسب مهر البغي، وثمن الكلب، وكسب الحجام).

Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seburuk-buruk usaha adalah mahar (upah) pezina, hasil jual beli anjing, dan upah tukang bekam”.

Dalam riwayat lain :

ثمن الكلب خبيث. ومهر البغي خبيث. وكسب الحجام خبيث

“Hasil jual beli anjing adalah keji, hasil usaha pezina adalah keji, dan upah tukang bekam juga keji” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1568].

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr ia berkata :

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن كسب الحجام

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang mencari rizki (penghasilan) melalui profesi tukang bekam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2165; shahih].

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من السحت كسب الحجام

Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Termasuk usaha yang haram adalah upah para tukang bekam” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil no. 4661; shahih].

Para ulama berbeda pendapat mengenai hasil tukang bekam dalam hal menyikapi pelarangan dalam hadits di atas menjadi beberapa pendapat :

a. Mengharamkannya.

b. Apabila tukang bekam tersebut merdeka (bukan budak), maka hukumnya haram. Namun bila tukang bekam tersebut seorang budak, maka boleh.

c. Larangan mengambil upah dari usaha bekam telah mansukh. Ini adalah pendapat Ath-Thahawiy.

d. Apabila tukang bekam memasang tarif tertentu, maka usahanya tersebut tidak dibenarkan. Namun jika tidak, maka dibenarkan. Ibnu Hibban memilih pendapat ini.

e. Jumhur ulama berpendapat usaha tukang bekam adalah halal dengan membawa nash-nash larangan kepada makruh tanzih.

Pendapat yang mengharamkannya adalah tertolak karena telah shahih riwayat bahwasannya beliau pernah memberikan upah kepada tukang bekam.

Dari ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu :

أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وأمرني فأعطيت الحجام أجره

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan menyuruhku untuk memberikan upah kepada tukang bekamnya” [shahih – lihat Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, hal. 188 no. 310].

Juga dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا حجاما فحجمه وسأله : كم خراجك ؟ فقال : ثلاثة آصع . فوضع عنه صاعا وأعطاه أجره

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengundang tukang bekam, lalu ia membekam beliau. Setelah selesai, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya : “Berapa pajakmu ?”. Ia menjawab : “Tiga sha’”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membatalkan satu sha’ dari pajaknya, kemudian memberikan upahnya” [shahih - Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, hal. 188 no. 312].

Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma pernah berkata :

إن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم على الأخدعين وبين الكتفين وأعطى الحجام أجره ولو كان حراما لم يعطه

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam di kedua urat merih dan daerah di antara dua pundaknya. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan upah kepada pembekam. Seandainya upah bekam itu haram, niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberinya” [shahih – Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah hal. 188 no. 311].

Pendapat yang mengkhususkan kebolehan mengambil upah bekam untuk budak saja – tidak untuk orang merdeka – tidak bisa diterima, sebab syari’at tidak pernah membedakan antara budak dan orang merdeka dalam hal perintah mencari usaha yang halal. Perintah ini umum sebagaimana firman Allah ta’ala :

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” [QS. An-Nahl : 114].

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” [QS. Al-Baqarah : 168].

Pendapat yang mengatakan pelarangan mengambil upah bekam telah mansukh tidak bisa diterima, karena klaim adanya naasikh-mansukh hanya dapat diterima jika diketahui secara pasti mana dalil yang datang paling awal dan yang datang paling belakangan. Selain itu, klaim ini juga hanya bisa diterima jika jalan penggabungan (thariqatul-jam’i wat-taufiq) tidak memungkinkan. Sedangkan dalam kasus ini, jalan penggabungan masih terbuka.

Pendapat yang mengatakan bahwa pelarangan mengambil upah hanya jika memasang tarif adalah satu metode penggabungan yang dapat dipertimbangkan.

Adapun pendapat jumhur yang mengatakan bahwa pelarangan dalam hadits dibawa pada makna makruh tanzih, juga merupakan metode penggabungan yang cukup kuat.

Pendapat yang paling rajih menurut kami adalah pendapat jumhur (membawa pelarangan pada makna makruh tanzih). At-Tirmidzi berkata :

وقد رخص بعض أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وغيرهم في كسب الحجام. وهو قول الشافعي.

“Sebagian ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan selainnya memberikan keringanan dalam hal upah tukang bekam. Dan itulah yang menjadi pendapat dari Asy-Syaafi’iy” [Sunan At-Tirmidzi hal. 304 – Masyhur Hasan Salmaan].

Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khaan berkata :

وذهب الجمهور إلى أنه حلال لحديث أنس في الصحيحين وغيرهما "أن النبي صلى الله عليه وسلم إحتجم حجمه أبو طيبة وأعطاه صاعين من طعام........ والأولى الجمع بين الأحاديث بأن كسب الحجام مكروه غير حرام

“Jumhur ulama berpendapat tentang halalnya upah tukang bekam adalah halal berdasarkan hadits Anas yang terdapat dalam Shahihain dan yang lainnya : ‘Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam, lalu beliau dibekam oleh Abu Thayyibah. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberinya upah dua shaa’ bahan makanan’……. Dan yang lebih utama adalah penggabungan di antara hadits-hadits (yang melarang dan yang memperbolehkan), bahwa upah bagi tukang bekam adalah makruh, tidak sampai pada derajat haram” [Raudlatun-Nadiyyah, 2/132].

Namun begitu perlu digarisbawahi bahwa upah pembekaman adalah upah yang hina. Tidak selayaknya bagi seorang muslim yang masih diberikan Allah kekuatan dan kelapangan mengambil upah dari pembekaman. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan Muhayyishah untuk mempergunakan hasil upah bekam untuk membelikan makanan ternak.

Dari Muhayyishah radliyallaahu ‘anhu :

أنه استأذن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم في إجارة الحجام فنهاه عنها، فلم يزل يسأله ويستأذنه حتى أمره "أن اعلفه ناضحك ورقيقك".

“Bahwasannya ia pernah meminta ijin kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menyewa tukang bekam. Namun beliau melarangnya. Ia terus memohon dan meminta ijin kepada beliau, hingga beliau memerintahkan : ‘Hendaknya upahnya diberikan untuk makan untamu dan budakmu” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3422, At-Tirmidzi no. 1277, Ibnu Majah no. 2166, dan yang lainnya; shahih].

Oleh karena itu, sangat disayangkan fenomena dewasa ini suburnya praktek-praktek usaha pembekaman yang memang dijadikan sebagai lahan bisnis yang (dianggap) cukup ‘menjanjikan’. Menyedihkannya, banyak di antara mereka adalah ikhwan Salafiyyun (?). Tidak cukupkah kita memperhatikan kata-kata khabiits, syarr, dan suht dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ketiganya bermakna celaan atas hasil usaha (bisnis) pembekaman ?

Masih banyak jalan menuju Jawa Barat, alias….. masih banyak jalan mencari nafkah dari jalan yang halal lagi terhormat. Wallaahu a’lam bishshowwaab.
[lihat di http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/07/hukum-upah-bekam.html]

Selasa, 10 Oktober 2017

Hadits-Hadits Shahih, Lemah, dan Palsu Tentang Waktu Berbekam

Hadits-Hadits Shahih, Lemah, dan Palsu Tentang Waktu Berbekam



Hadits-Hadit Shahih Terkait Dengan Hari-Hari Dalam Sepekan:


عن نافع،أنَّ ابن عمر-رضي الله عنهما-قال له:
يا نافع تبيغ بي الدم فالتمس لي حجاماً،واجعله رفيقاً إن استطعت،ولا تجعله شيخاً كبيراً،ولا صبياً صغيراً،فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول:(( الحجامةُ على الريق أمثلُ،وفيها شفاء وبركة،وتزيد في العقل والحفظ ، واحتجموا على بركة الله يوم الخميس،واجتنبوا الحجامة يوم الأربعاء والجمعة والسبت والأحد تحريَّاً،واحتجموا يوم الاثنين والثلاثاء؛فإنه اليوم الذي عافى الله فيه أيوب،وضربه بالبلاء يوم الأربعاء،فإنه لا يبدو جُذامٌ ولا بَرَصٌ إلاَّ يوم الأربعاء،وليلة الأربعاء )) . 
رواه ابن ماجة في السنن ، وغيره .

Dari Nâfi’, bahwa Ibnu ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma- pernah berkata kepadanya,
“Wahai Nafi’ darahku telah membuih, carikanlah untukku tukang bekam dan upayakan orang yang lembut jika engkau sanggup, jangan orang tua dan jangan pula anak-anak, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Berbekam dilakukan sebelum makan pagi (perut kosong) adalah yang paling ideal,padanya mengandung kesembuhan dan barakah,  menambah kecerdasan otak dan menambah ketajaman menghafal. Oleh karena itu berbekamlah  pada hari Kamis atas berkah (nama) Allah. Hindarilah berbekam pada hari Rabu,  Jum’at,  Sabtu dan Ahad. Berbekamlah pada hari Senin dan Selasa. Karena itu adalah hari dimana Allah menyembuhkan Nabi Ayyub, dan menimpakannya bala’ pada hari Rabu. Tidaklah timbul penyakit kusta dan lepra, kecuali pada hari Rabu dan malam hari Rabu.” HR. Ibnu Mâjah dalam Sunannya dan lainnya.



[Imam Al-Albâni –rahimahullah- meng-hasankannya berdasarkan dengan kumpulan jalur-jalurnya di dalam Silsilah Ash-Shahihah nomor: 766 dan didalam kitab Shahih At-Targhîb 3/354. Beliau berkata, “Hasan lighairihi.]



Hadits Lemah Dan Palsu Tentang 
Hari-Hari Dalam Sepekan :


      الحجامة يوم الأحد شفاء

1. Berbekam pada hari Ahad adalah kesembuhan.

[Dhaif Jiddan/Lemah sekali. Lihat: Dhaiful Jâmi’ nomor: 2759]



     الحجامة يوم الثلاثاء لسبع عشرة من الشهر،دواء لداء سنة

2. Berbekam pada hari Selasa pada tanggal 17 dalam bulan apa saja adalah obat untuk penyakit dalam setahun.

[Maudhû’/Palsu. Lihat: Dhaiful Jâmi’ nomor: 2759]



     من احتجم يوم الأربعاء، أو يوم السبت،فرأى في جسده وضحاً،فلا يلومنَّ إلاَّ نفسه

 3. Barangsiapa yang berbekam pada hari Rabu atau hari Sabtu lalu ia menyaksikan Wadhah (lepra) di tubuhnya, maka ia tidak boleh menyalahkan melainkan dirinya sendiri.

[Dhaif/Lemah. Lihat: Silsilah Adh-Dha’îfah nomor: 1408, 1524, dan 1672]



     من احتجم يوم الخميس،فمرض فيه،مات فيه

 4. Barangsiapa yang berbekam pada hari Kamis, lalu ia jatuh sakit pada saat itu, (maka) ia akan mati pada hari itu juga.

[Munkar Jiddân/Munkar Sekali. Lihat: Silsilah Adh-Dha’îfah nomor: 1409



     عن أبي بكرة-رضي الله عنه-أنه كان ينهى أهله عن الحجامة يوم الثلاثاء،ويزعم عن رسول الله صلى الله عليه سلم أنَّ يـوم الثلاثاء يوم الدم،وفيه ساعـة لا يرقأ فيه الدم.

5. Dari Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia melarang keluarganya berbekam pada hari Selasa dan ia menyangka dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bahwa hari Selasa itu adalah hari darah. Ada satu waktu pada hari itu darah tidak berhenti mengalir.

[Dhaif/Lemah. Lihat: Dha’îf At-Targhîb 2/379]



     إنَّ في الجمعة ساعة لا يحتجم فيها محتجم إلاَّ عرض له داء لا يشفى منه

6. Sesungguhnya pada hari Jum’at itu ada satu sa’at dimana tidaklah seseorang berbekam di dalamnya kecuali ia akan tertimpa satu penyakit yang ia tidak akan sembuh darinya.

[Dhaif/Lemah. Lihat Silsilah Adh-Dha’îfah nomor: 1411]



    إنَّ في الجمعة لساعة لا يحتجم فيها أحد إلاَّ مات

7.   pada hari Jum’at itu ada satu sa’at dimana tidaklah seseorang berbekam di dalamnya kecuali ia akan mati.

[Maudhû’/Palsu. Lihat As-Silsilah nomor: 1412]



Hadits-hadits diatas; baik seluruhnya maupun sebagiannya, telah dihukumi ketidak validannya oleh sekelompok Huffazh. Imam An-Nawawi –rahimahullahu ta’ala- dalam Al-Majmû’ Syarh Al-Muhazzab (9/58) berkata, “Kesimpulannya, tidak ada satu (hadits) pun yang valid mengenai larangan berbekam pada hari tertentu, wallâhu subhânahu wa ta’ala a’lam.” Ungkapan senada tidak hanya muncul dari satu dua ulama namun banyak ulama. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat ditemui dalam kitab-kitab kumpulan hadits-hadits lemah dan palsu.[1]




Hadits-Hadits Shahih Terkait Dengan Tanggal Dalam Sebulan


          إنَّ خيرَ ما تحتجمون فيه يوم سبع عشرة،ويوم تسع عشرة،ويوم إحدى وعشـرين

1. “Sesungguhnya sebaik-baik waktu kalian berbekam adalah tanggal 17, 19, dan 21.”

[Hadits: Shahih Lighairihi. Lihat Shahih At-Targhib: 3/352]



       كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يحتجم في الأخدعين والكاهل،وكان يحتجمُ لسبع عشرة ،وتسع عشرة،وإحدى وعشرين

2.  “Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berbekam di bagian urat merih (jugular vein) dan punggung bagian atas, beliau biasa  berbekam pada tanggal 17, 19 dan 21.”

[Hadits: Hasan. Lihat As-Silsilatush Shahihah nomor: 908 dan Shahih At-Targhib: 3/353]


       من احتجم لسبع عشرة،وتسع عشرة،وإحدى وعشرين كان شفـاءً من كلِّ داءٍ

3.  “Barangsiapa yang berbekam pada tanggal 17, 19, dan 21 maka itu adalah kesembuhan dari segala macam penyakit.”

[Hadits: Hasan. Lihat Shahih At-Targhib: 3/353]





Pasal:

Batasan aktivitas bekam jika dikaitkan dengan hari dalam sepekan atau dalam sebulan, tidak lain adalah ketika tidak adanya hajat untuk berbekam. Lantaran berbekam itu sendiri terbagi menjadi dua bagian:



Pertama: Bekam yang bersifat dharûri (darurat)

Kedua: Bekam yang bersifat ikhtiyâri (pilihan)

Adapun bekam yang bersifat ikhtiyâri, maka yang lebih utama jika dilakukan sesuai dengan hari-hari yang telah disebutkan pada hadits-hadits diatas. Sedang bekam yang bersifat dharûri dilakukan kapan saja disaat hal itu dibutuhkan. Ibnul Qayyîm rahimahullahu berkata dalam Ath-Thibbun Nabawi (hal 45-46), “Hadits-hadits ini sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh para dokter bahwa berbekam pada pekan kedua dan pekan ketiga (pertengahan bulan) adalah lebih bermanfaat lebih bermanfaat daripada pekan pertama dan pekan terakhirnya. Namun jika  bekam dilakukan pada waktu yang diperlukan, maka bekam tersebut bermamfaat disetiap waktu kapanpun: dari awal bulan dan akhirnya.”

Al-Khallâl berkata, “Telah mengabarkan kepadaku ‘Ishmah bin ‘Âshim, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Hanbal, ia berkata, “Adalah  Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal berbekam pada waktu kapan saja saat darah bergejolak dan pada saat kapan saja…hingga pada perkataan Ibnul Qayyîm, “Memilih waktu-waktu (utama) tersebut untuk berbekam berlaku jika dilakukan  atas dasar kehati-hatian (menghindar dari gangguan dan menjaga kesehatan). Adapun untuk mengobati penyakit; maka kapan saja seseorang membutuhkannya maka ia mempergunakannya.” Muwaffaqud-Din Al-Baghdâdi –rahimahullahu ta’ala- berkata dalam Ath-Tibbu minal Kitab wa As-Sunnah (hal.47), “Larangan ini- yaitu di hari-hari dimana berbekam dilarang padanya-  berlaku jika dilakukan dalam keadaan sehat adapun pada waktu sakit dan pada waktu dharurat maka ia boleh berbekam baik pada tanggal 17 atau 20.”[2]



Hadits-Hadits Lemah Dan Palsu Terkait Dengan Tanggal Dalam Sebulan


      احتجموا لخمس عشرة،أو لسبع عشرة،أو لتسع عشرة،أو إحدى وعشرين،لا يتبيغ بكم الدم فيقتلكم

1.  “Berbekamlah pada tanggal 15 atau 17 atau 21 dan jangan sampai darah membuih padamu, sehingga akan membunuhmu.”

[Dha’îf/Lemah. Lihat Silsilah Adh-Dha’îfah nomor: 1863].


Peringatan:

Telah shahih hadits dari fi’il (perbuatan) Nabi shallallahu alaihi wa sallam  tanpa adanya tambahan sabda, “Jangan sampai darah membuih.” Dan shahih pula sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam yang semisal dengan hadits diatas namun tanpa tambahan, “darah membuih.” Dan tidak ada satu pun yang valid dari sekian hadits-hadits yang ada dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan penggunaan “15” Adapun lafazh, “darah membuih” maka hal itu valid dari beliau shallallahu alaihi wa sallam dengan lafazh, “Apabila darah salah seorang diantara kalian bergolak maka berbekamlah, karena sesungguhnya darah itu jika sampai membuih pada seseorang maka akan membunuhnya” Telah berlalu penyebutannya, dan akan datang ulasannya pada tempatnya nanti-insya Allah-



    من أراد الحجامة فليتحر سبع عشرة،أو تسع عشرة،أو إحدى وعشرين،ولا يتبيغ بأحدكم الدم فيقتله.

2.  “Barangsiapa yang hendak berbekam maka ia memilih hari yang ke 17, atau 19, atau 21, dan jangan sampai darah membuih pada salah seorang dari kamu, sehingga akan membunuhnya.”

[Dha’îf Jiddan. Lihat As-Silsilatu Adh-Dha’îfah nomor 1864].



    الحجامة يوم الثلاثاء لسبعَ عشرةَ مَضَتْ من الشهرِ دواء السَّنَة

3.  “Berbekam pada hari selasa tanggal 17 dari bulan apa saja  adalah obat untuk penyakit setahun.”

[Maudhû’/Palsu. Diriwayatkan dari hadits Ma’qil bin Yasâr –radhiyallahu anhu- dan diriwayatkan yang semisalnya  dari hadits Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anu- dan juga tidak shahih. Lihat As-silsilahAdh-Dha’îfah nomor 1799 dan Dha’îf At-Targhib 3/379].






[1] Lihat Fathul Bâri : 10/149, Faidhul Qadîr: 1/181) dan Tuhfatl Ahwadzi (6/1-176)

 [2] Lihat –juga- kitab: At-Tamhid karya Ibnu Abdil Bar (24/350), Fathul Bâri (10/149), ‘Aunul Ma’bûd (10/241), Tuhfatul Ahwadzi (6/174-175), Nailul Authâr (9/98), Al-Inshâf karya Al-Mardhwai (1/82), Kifâyatut Thâlib karya Al-Hasan Al-Mâliky (2/641) Sifrus Sa’âdah karya Fairûz Âbadi (264) dan dalam At-Tahdits Bimâ Qîla La Yashihhu fihi Hadits karya Al-Allâmah Bakr Abu Zaid (334).

Faidah:

Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- memakruhkan berbekam pada hari Sabtu dan Rabu, dan berkata, “Telah sampai berita kepadaku tentang seseorang yang berkapur dan berbekam, yakni hari rabu, lalu ia tertimpa penyakit lepra.” Aku lalu berkata kepadanya, “Seakan-akan ia mengentengkan hadits tentang itu (bekam hari Rabu).” Beliau menjawab, “Iya.”

Ibnu Muflih dalam Al-Furû’ yang merupakan kitab mazhab Al-Hanbali- rahimahullahu ta’ala (1/109), Al-Mardâwi dalam Al-Inshâf (1/127) dan Al-Bahuti dalam Kasysyâf Al-Qinâ’ (1/82): (Imam Ahmad memakruhkan berbekam pada hari Sabtu dan Rabu. Ungkapan ini dinukil oleh Harb dan Abu Thâlib. Dan juga dinukil darinya bahwa ia bimbang pada hari Jumat, dan padanya khabar mutakallim fihi…dan yang di maksud adalah tanpa hajat!! Hanbal berkata, “Adalah Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) berbekam pada waktu kapan saja darah bergolak dan pada waktu saat apapun, hal tersebut diungkapkan oleh Al-Khallâl.”

Dari ungkapan diatas dapat diketahui bahwa makruh disisi imam Ahmad –rahimahullahu- jika bekam tersebut dilakukan pada hari-hari tersebut tanpa adanya hajat (keperluan). Adapun jika seseorang melakukannya karena adanya hajat maka tidak makruh. Dengan demikian, jika seorang muslim meninggalkan bekam pada hari-hari tersebut (Sabtu dan Rabu) sebagai bentuk kehati-hatian, maka ia boleh melakukannya, mengingat adanya sebagian ahli ilmu menganggap validnya penisbatan sebagian hadits-hadits ini kepada Rasulullah shallallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang akan datang. Dan jika ia melakukan aktivitas bekam tanpa adanya hajat (pada hari-hari tersebut), dengan alasan tidak shahihnya hadits-hadits yang menyebutkan tentang larangan berbekam pada hari-hari itu, maka ia boleh melakukannnya.

[lihat di  https://bejanasunnah.wordpress.com/2012/03/04/hadits-hadits-shahih-lemah-dan-palsu-tentang-waktu-berbekam/]

Minggu, 08 Oktober 2017

Waktu Bekam


BERBEKAM DAN WAKTU BEKAM

 Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan berbekam  dan waktu bekam:


أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا الْمُعْتَمِرُ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " أَفْضَلُ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ، وَالْقُسْطُ الْبَحْرِيُّ "

Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim[1], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir[2], dari Humaid[3], dari Anas[4] : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik pengobatan yang kalian berobat dengannya adalah bekam dan al-qusthul-bahr” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 7537; shahih].

Dalam jalur lain, disebutkan dengan lafadh yang mengandung perintah :

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ، نَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، نَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عَلَيْكُمْ بِالْحِجَامَةِ وَالْقُسْطِ الْبَحَرِيِّ.

Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Ash-Shabbaah[5] : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’[6] : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid[7], dari Qataadah[8], dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Hendaknya kalian melakukan bekam dan terapi al-qusthul-bahr” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 7098].
Sanad riwayat ini hasan.
Al-Hasan bin Ash-Shabbaah mempunyai mutaba’ah dari Ibnu Sa’d sebagaimana dalam Thabaqaat-nya 1/218 dan Umayyah bin Bisthaam sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 3/170 no. 2831 – dengan lafadh sebagaimana dibawakan An-Nasaa’iy.
Perintah untuk berbekam ini lebih dikhususkan pada waktu-waktu tertentu sebagaimana riwayat :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْحَارِثِيُّ، ثنا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ، عَنْ حَمْزَةَ الزَّيَّاتِ، عَنْ أَبَانِ بنِ صَالِحٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " احْتَجِمُوا لِخَمْسَ عَشْرَةَ، وَفِي سَبْعَ عَشْرَةَ، أَوْ تِسْعَ عَشْرَةَ، أَوْ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، لا يَتَبَيَّغْ بِكُمُ الدَّمُ "

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’quub[9] : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdil-Hamiid Al-Haaritsiy[10] : Telah menceritakan kepada kami Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy[11], dari Hamzah Az-Zayyaat[12], dari Abaan bin Shaalih[13], dari Anas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Berbekamlah pada tanggal 15, 17, 19, atau 21. Jangan sampai darahmu bergolak “ [Al-Amaaliy, no. 331].
Sanad riwayat ini shahih.
Abaan mempunyai mutaba’aat dari :
1.     An-Nahhaas bin Qahm Al-Qaisiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3486, namun sanadnya sangat lemah, terutama disebabkan oleh ‘Utsmaan bin Mathr Asy-Syaibaaniy, munkarul-hadiits.
2.     Mu’aawiyyah bin Qurrah Al-Muzanniy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa, 9/340 dengan sanad lemah. Kelemahannya terletak pada Zaid Al-Hawaariy Al-‘Ammiy.
3.     Qataadah bin Di’aamah; sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5652, namun sanadnya sangat lemah dikarenakan Yuusuf bin ‘Athiyyah Ash-Shaffaar, seorang yang tertuduh memalsukan hadits.
Hadits Anas ini mempunyai syaahid dari Ibnu ‘Abbaas dengan sanad lemah sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Adl-Dla’iifah no. 1863.
Juga dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :

حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجُمَحِيُّ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ احْتَجَمَ لِسَبْعَ عَشْرَةَ، وَتِسْعَ عَشْرَةَ، وَإِحْدَى وَعِشْرِينَ، كَانَ شِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah Ar-Rabii’ bin Naafi’ : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin bin ‘Abdirrahmaan Al-Jumahiy, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang berbekam pada tanggap 17, 19, atau 21, maka ia menjadi obat bagi segala macam penyakit” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3861; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 2/463].
Perintah berbekam dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini didasari oleh perintah malaikat saat beliau israa’, sebagaimana yang beliau sabdakan :

ما مررت ليلة أسري بي بملإ من الملائكة ، إلا كلهم يقول لي : عليك يا محمد بالحجامة

“Tidaklah aku melewati satu malaikat pada malam aku di-isra’-kan, kecuali mereka semua berkata kepadaku : “Lakukanlah bekan wahai Muhammad”.
Di lain lafadh :

مُرْ أُمَّتَكَ بِالْحِجَامَةِ

‘Perintahkanlah umatmu untuk berbekam” [lihat : Ash-Shahiihah no. 2263].
Tidaklah malaikat memerintahkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali perintah itu datang dari Allah ta’ala[14] yang mengandung kebaikan.
Dari beberapa hadits di atas dapat kita ambil beberapa faedah, bahwasannya bekam :
a.     adalah sebaik-baik pengobatan;
b.     diperintahkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam;
c.      diperintahkan oleh malaikat;
Bahkan dalam satu hadits disebutkan bahwa bekam terkandung barakah :

الْحِجَامَةُ عَلَى الرِّيقِ أَمْثَلُ، وَفِيهَا شِفَاءٌ وَبَرَكَةٌ، وَهِيَ تَزِيدُ فِي الْعَقْلِ، وَتَزِيدُ فِي الْحِفْظِ، وَتَزِيدُ الْحَافِظَ حِفْظًا......

“Berbekam sebelum makan pagi sangat baik, karena padanya terdapat obat dan barakah, dapat menambah kecerdasan dan hapalan. Menambah hapalan seorang penghapal....” [lihat : Ash-Shahiihah no. 766].
Seandainya hadits ini shahih,[15] maka aktifitas berbekam merupakan aktifitas tabarruk, dan tabarruk sendiri adalah ibadah.
Dari sini dapat diketahui – sebagaimana hal yang Anda tanyakan di atas – bahwa bekam itu merupakan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu, sunnah dalam pengobatan yang dilakukan ketika ada kebutuhan.[16] Inilah yang dikatakan beberapa ulama kita.[17]
Tentu saja, Allah ta’ala akan memberikan pahala dan kebaikan bagi siapa saja yang melakukannya (karena mencontoh Nabinya shallallaahu ‘alaihi wa sallam). Wallaahu a’lam.
Semoga jawaban ringkas ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa – wonokarto, wonogiri – 25032012].

[1]      Ishaaq bin Ibraahiim bin Habiib bin Asy-Syahiid, Abu Ya’quub Al-Bashriy Asy-Syahiidiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 257 H. Dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Maraasiil, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 125 no. 326].
[2]      Mu’tamir bin Sulaimaan bin Tharkhaan At-Taimiy, Abu Muhammad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 106 H, dan wafat tahun 187 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 958 no. 6833].
[3]      Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawiil Al-Bashriy, Abu ‘Ubaidah Al-Khuzaa’iy; seorang yang tsiqah, namun sering melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 68 H, dan wafat tahun 142/143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 274 no. 1553].
[4]      Anas bin Maalik bin An-Nadlr bin Dlamdlam bin Zaid bin Haraam bin Jundab bin ‘Aamir bin Ghunm bin ‘Adiy bin An-Najjaar Al-Anshaariy An-Najjaariy, Abu Hamzah Al-Madaniy; salah seorang shahabat masyhuur. Wafat tahun 93 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 570].
[5]      Al-Hasan bin Ash-Shabbaah bin Muhammad Al-Bazzaar, Abu ‘Aliy Al-Waasithiy tsumma Al-Baghdaadiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : ‘jujur namun sering ragu (yahimu)’. Ahmad berkata : “Tsiqah, shaahibus-sunnah”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq” Muhammad bin Jum’ah Al-Haafidh berkata : “Salah seorang dari kalangan orang-orang shaalih”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak kuat (laisa bil-qawiy)”. Di lain tempat ia berkata : “Shaalih”.  Oleh karenannya yang benar tentang dirinya bahwasannya ia seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 249 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib hal. 239 no. 1261 dan Tahriirut-Taqriib 1/274-275 no. 1251].
[6]      ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’ Al-Khaffaaf, Abu Nashr Al-‘Ijliy; seorang yang shaduuq, namun kadang keliru. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 204 H atau 209 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Khalqu Af’aalil-‘Ibaad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 633 no. 4290]. Perinciannya adalah sebagai berikut :
‘Abdul-Wahhaab, ia adalah Ibnu ‘Athaa’ Al-Khaffaaf; seorang yang diperselisihkan. Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits, mudltharib” [Mausu’ah Aqwaal Al-Imam Ahmad, 2/399]. Telah berkata ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy dan Abu Bakr bin Abi Khaitsamah, dari Yahyaa bin Ma’iin : “Tidak mengapa dengannya”. Telah berkata Al-Ghallaabiy dari Yahyaa bin Ma’iin : “Ditulis haditsnya”. Dan telah berkata ‘Abbaas Ad-Duuriy dari Yahyaa bin Ma’iin : “Tsiqah”. As-Saajiy berkata : “Shaduuq, namun tidak kuat”. Ibnu Abi Haatim berkata : Aku pernah bertanya kepada ayahku tentangnya, lalu ia menjawab : ‘Tempatnya kejujuran’. Aku bertanya lagi : ‘Apakah ia lebih engkau senangi ataukah Abu Zaid An-Nahwiy dalam riwayat Ibnu Abi ‘Aruubah ?’. Ia menjawab : ‘’Abdul-Wahhaab di sisi mereka bukanlah seorang yang kuat dalam hadits”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia seorang yang shaduuq, insya Allah”. Ibnu Hibbaan dan Ibnu Syaahiin menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah”. Al-Bukhaariy berkata : “Ditulis haditsnya,….aku harapkan (haditsnya dapat dipergunakan sebagai hujjah)”. An-Nasaa’iy dan Ibnu ‘Adiy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Al-Hasan bin Sufyaan berkata : “Tsiqah”. Al-Bazzaar berkata : “Tidak kuat. Namun para ulama telah membawakan haditsnya” [lihat : Tahdziibut-Tahdziib, 6/450-453 no. 838]. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq” [Miizaanul-I’tidaal, 2/681 no. 5322].
Kesimpulannya, ia seorang yang shaduuq. Wallaahu a’lam.
[7]      Sa’iid bin Abi ‘Aruubah Mihraan Al-‘Adawiy, Abun-Nadlr Al-Yasykuriy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah haafidh, mempunyai banyak tulisan, akan tetapi banyak melakukan tadliis dan tercampur hapalannya (di akhir usianya). Ia orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits Qataadah. Termasuk thabaqah ke-6, dan wafat tahun 156 H/157 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 384 no. 2378 dan Ar-Ruwaatuts-Tsiqaat Al-Mutakallamu fiihim bimaa Laa Yuujibu Raddahum oleh Adz-Dzahabiy, hal. 97 no. 37].
Ibnu Hajar memasukkannya dalam thabaqah kedua perawi mudallis [Thabaqaatul-Mudallisiin, no. 50].
Catatan : ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’ mendengar hadits sebelum ikhtilaath-nya, dan sekaligus orang yang paling tahu tentang hadits Sa’iid bin Abi ‘Aruubah sebagaimana dikatakan Ahmad bin Hanbal rahimahullah.
[8]      Qataadah bin Di’aamah bin Qataadah As-Saduusiy, Abul-Khaththaab Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun banyak melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 60 H/61 H, dan wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 798 no. 5553, Ta’riifu Ahlit-Taqdis hal. 102 no. 92, Al-Mudallisiin lil-‘Iraaqiy hal. 79-80 no. 49, dan Riwaayaatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy hal. 483-484].
[9]      Muhammad bin Ya’quub bin Yuunus bin Ma’qil bin Sinaan, Abul-‘Abbaas – terkenal dengan nama Al-Asham; seorang muhaddits di jamannya, tsiqah, ma’muun, tidak diperselisihkan tentang kejujuran dan keshahihan penyimakan haditsnya [lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 15/452-460 no. 258].
[10]     Ahmad bin ‘Abdil-Hamiid bin Khaalid, Abu Ja’far Al-Haaritsiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah [Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 72 hal. 259].
[11]     Al-Husain bin ‘Aliy bin Al-Waliid Al-Ju’fiy, Abu ‘Abdillah/Muhammad Al-Kuufiy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 203 H/204 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 249 no. 1344].
[12]     Hamzah bin Habiib bin ‘Ammaarah Az-Zayyaat Al-Qaari’, Abu ‘Ammaarah Al-Kuufiy At-Taimiy; seorang yang shaduuq, zaahid, namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 80 H, dan wafat 156 H/157 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 271 no. 1526]. Namun yang benar ia seorang yang lebih mendekati tsiqah. Telah di-tsiqah-kan oleh Ahmad, Ibnu Ma’iin, Ibnu Hibbaan, Al-‘Ijliy, dan Al-Fasawiy. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia seorang laki-laki shaalih, memiliki beberapa hadits, shaduuq, lagi shaahibus-sunnah”. Adapun Al-Azdiy dan As-Saajiy mengkritik bahwa ia jelek hapalannya. Sudah dimaklumi bahwasannya keduanya (As-Saajiy dan Al-Azdiy) adalah sangat ketat dalam penilaian perawi [lihat : Tahriirut-Taqriib, 1/322 no. 1518].
[13]     Abaan bin Shaalih bin ‘Umair Al-Qurasyiy, Abu Bakr Al-Madaniy atau Al-Makkiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 60 H, dan wafat tahun 115 H (dalam usia 55 tahun). Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 103 no. 138].
[14]     Karena Allah ta’ala berfirman :
لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya" [QS. Al-Anbiyaa' : 27].
Ayat ini memberikan penjelasan bahwa para malaikat adalah makhluk yang tidak akan pernah mendahului Allah ta'ala dalam hal perintah (dan larangan)-Nya.
[15]     Saya pribadi masih ada sedikit ganjalan terhadap keshahihan hadits ini, wallaahu a’lam.
[16]     Seandainya bekam dikeluarkan dari lingkup sunnah secara mutlak, lantas apa faedahnya malaikat menyuruh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar berbekam, dan kemudian beliau pun memerintahkan umatnya untuk berbekam ?. Apa pula faedahnya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya berbekam pada waktu-waktu khusus yang beliau katakan mempunyai faedah dan keutamaan (sehingga bisa dimasukkan dalam sunnah) ?.
[17]     Baca : http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28338

Selasa, 03 Oktober 2017

Arti Bekam

Bekam - Al Hijamah

bekam
Secara bahasa bekam adalah teknik terapi pengobatan dengan jalan membuang darah kotor ( sel darah yang telah rusak ) dari dalam tubuh melalui permukaan kulit dengan sayatan pisau atau jarum steril. Perkataan Al Hijamah berasal dari istilah bahasa arab Hijamah yang berarti pelepasan darah kotor. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan cupping, dan dalam bahasa melayu dikenal dengan istilah bekam. Di Indonesia dikenal pula dengan istilah kop atau cantuk.

Sejarah bekam dimulai pada zaman Rasulullah, ini bisa dibuktikan pada salah satu hadist dari Ibnu Umar, r.a bahwa Rasulullah SAW, bersabda:

“Tidaklah aku melalui satu dari langit-langit yang ada melainkan Para Malaikat, mengatakan: “Hai Muhammad, perintahkan umatmu untuk berbekam. Karena sebaik-baik sarana yang kalian pergunakan untuk berobat adalah bekam, al-kist (cendana india) dan syuniz (jintan hitam)”.

Bekam dipercaya dan terbukti mempunyai manfaat dan dapat mengobati berbagai macam penyakit dengan metode pengobatan menggunakan sarana cawan, kop, tabung, atau bambu yang prosesnya diawali dengan melakukan pengekopan ( membuat tekanan negatif dalam cawan, kop, tabung, atau bambu) Dengan melakukan penghisapan atau vakumisasi maka terbentuklah tekanan negatif didalam cawan/ kop, sehingga terjadi drainase cairan tubuh berlebih (darah kotor) yang diikuti toksin, menghilangkan perlengketan / adhesi jaringan ikat dan akan mengalirkan darah “bersih” ke permukaan kulit dan jaringan otot yang mengalami stagnasi serta merangsang sistem syaraf perifer, menimbulkan efek analgetik, anti bengkak, mengusir patogen angin dingin maupun angin lembab, mengeluarkan racun, serta oxidant dalam tubuh. Pada teknik bekam basah, setelah terjadi bendungan lokal, prosesnya dilanjutkan dengan penyayatan permukaan kulit memakai pisau bedah atau penusukan jarum bekam agar darah kotor bisa dikeluarkan.

Secara teori manfaat ber Bekam dalam membantu proses penyembuhan dikarenakan dalam berbekam terdapat setidaknya 3 faktor "penyembuh", yaitu :

1. Pengeluaran darah kotor atau darah yang berpotensi mengandung toksin. Dengan dikeluarkannya toksin dan sel darah yang rusak atau tidak bagus kinerjanya maka tubuh akan lebih segar dan sehat.

2. Perbaikan fungsi organ tubuh. Organ tubuh yang terganggu fungsinya akan disembuhkan dengan cara perbaikan jaringan dan sel yang ada padanya sehingga bisa berfungsi dan sehat kembali.

3. Penambahan antibodi tubuh. Organ tubuh yang terinfeksi kuman penyakit dapat sembuh secara alami karena tubuh memproduksi zat antibodi yang bisa membunuh kuman penyakit yang merugikan. Jika organ tubuh sudah bebas dari infeksi penyakit maka tubuh pun akan sehat lagi.

Rasulullah SAW, bersabda :



“Kamu sekalian hendaklah berbekam pada tengah Qomahduwwah (punuk/ tengkuk pada punggung badan), maka akan dapat menyembuhkan 72 penyakit” (Shohih Ibnu Majjah No. 3478).

Diantara beberapa manfaat berbekam adalah dengan sabda Rasulullah SAW yang mengisyaratkan ada 72 macam penyakit yang dapat disembuhkan dengan jalan bekam, diantaranya adalah:

Pusing, Migren, Sakit pinggang, Jantung, Asam lambung, Rematik, Asma, Insomnia / sulit tidur, Kencing manis, Liver, Gatal-gatal, Radang usus besar, Sakit waktu datang bulan / haid, Syaraf kejepit, Ginjal, Tekanan darah tinggi, Tekanan darah rendah, Stroke, Kolesterol, Asam urat, Sinusitis, Ambeien, Mandul, Lemah syahwat, Tumor otak, Virus toxo dan rubella, Kanker payudara, Kejang-kejang, Batuk kronis, Paru-paru, Kanker kelenjar getah bening, Penyakit kronis lainnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik obat yang kamu gunakan adalah ber bekam, atau: Ber bekam adalah obat yang paling baik bagimu. (Shahih Muslim No.2952)

Selasa, 26 September 2017

Mengenal Terapi Bekam dan Manfaatnya Bagi Kesehatan

Berawal dari Timur Tengah, Mesir dan China, terapi bekam merupakan pengobatan yang dipercaya dapat mengeluarkan racun dan zat berbahaya, serta membantu penyembuhan. Selain itu bekam juga dianggap dapat mengurangi rasa sakit dan proses peradangan di seluruh tubuh serta membuat tubuh dan pikiran relaks.



Dalam praktiknya, bekam memerlukan pemanasan dan gelas. Pemanasan bertujuan untuk mengeluarkan udara yang ada di dalam gelas. Setelah dipanasi, gelas dengan cepat ditempelkan ke permukaan kulit dan kulit akan tersedot. Gelas penyedot ini dibiarkan beberapa saat. Aktivitas ini dipercaya dapat merangsang energi alami yang ada di dalam tubuh, atau disebut chi. Bekas kulit yang tersedot tersebut nantinya akan menimbulkan bentuk lingkaran warna merah.

mengenal terapi bekam dan manfaatnya bagi kesehatan - alodokter

Praktik pengobatan bekam memiliki dua jenis, yaitu bekam kering dan bekam basah. Keduanya menggunakan ragam alat bantu penyedot yang sama. Antara lain terbuat dari bambu, plastik, kaca, dan tembikar. Kedua jenis bekam tersebut juga memerlukan proses pemanasan pada alat pembantu. Adapun yang membedakannya hanyalah proses apa yang dilakukan setelahnya.
Bekam dan Prosesnya

Pemanasan alat pada kedua jenis bekam menggunakan cara yang sama. Yaitu dengan bantuan bahan yang mudah terbakar, contohnya alkohol, sejenis herba, atau kertas diletakkan di dalam gelas dan disulut api. Seraya api mengecil dan akhirnya mati, gelas segera ditaruh terbalik, dengan mulut gelas di atas kulit penderita. Udara di dalam gelas akan mendingin dan ini menciptakan suasana tanpa udara (efek vakum/menyedot) di dalam gelas. Kulit akan tertarik dan pembuluh darah ikut melebar.

Bekam modern biasa menggunakan pompa karet seperti yang biasa digunakan pada penyedot kakus, hanya lebih kecil. Udara akan dipompa keluar saat karetnya ditekan di atas kulit.

Selain cara pemanasan di atas, terapi bekam sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu bekam kering dan bekam basah. Pada jenis bekam kering, alat bekam akan dibiarkan menempel selama beberapa menit. Hingga akhirnya kulit memerah dan mencuat ke atas, hal ini disebabkan oleh melebarnya pembuluh darah.

Pada bekam basah, setelah proses penyedotan oleh gelas vakum, dilakukan sayatan dangkal pada kulit bekas bekam. Lalu dilakukan penyedotan ulang di area kulit yang disayat untuk mengeluarkan sebagian kecil darah. Setelah selesai, bagian yang terluka akan diolesi dengan salep antibiotik dan ditutup dengan perban untuk mencegah infeksi.
Bekam dan Manfaatnya Bagi Tubuh

Terapi bekam masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, tapi terapi bekam sendiri diduga mampu untuk mengobati:

    Tekanan darah tinggi
    Migrain
    Depresi, kegelisahan
    Kelainan darah seperti hemofilia dan anemia
    Masalah kesuburan dan gangguan kandungan
    Fibromyalgia dan arthritis
    Jerawat dan eksim
    Varises
    Tersumbatnya bronkus (saluran pernapasan) yang disebabkan oleh asma atau alergi

Jika Anda memilih terapi bekam untuk mengatasi masalah kesehatan Anda, tidak perlu terlalu khawatir dengan bekas yang muncul setelahnya. Karena bekas kulit yang memerah dapat menghilang setidaknya 10 hari setelahnya.

Meski begitu, masih diperlukan lebih banyak penelitian lagi mengenai bekam dan manfaatnya serta efek samping. Konsultasikan dengan dokter jika Anda masih ragu dalam menjalani terapi ini, terutama bagi Anda yang sedang hamil atau menderita kanker.

Hukum Upah Bekam

Dari Raafi’ bin Khudaij radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول (شر الكسب مهر البغي، وثمن الكلب، وك...